MELIHAT “MANFAAT MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN”

Adapun definisi Alqur’an adalah: “Kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada nabi Muhammad saw. dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.

Manfaat Sholat Secara Medis

Selama ini sholat yang kita lakukan lima kali sehari, sebenarnya telah memberikan investasi kesehatan yang cukup besar bagi kehidupan kita. Mulai dari berwudlu ( bersuci ), gerakan sholat sampai dengan salam memiliki makna yang luar biasa hebatnya baik untuk kesehatan .

Manfaat Puasa Untuk Kesehatan

Kesehatan merupakan nikmat yang tidak dapat dinilai dengan harta benda. Untuk menjaga kesehatan, tubuh perlu perlu diberikan kesempatan untuk istirahat. Puasa, yang mensyaratkan pelakunya untuk tidak makan, minum, dan melakukan perbuatan-perbuatan lain yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani pelakunya.

Hikmah dan Manfaat Ibadah Haji

Dan ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah untuk Ibrahim dengan menyatakan “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apapun dan sucikan rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, beribadah, ruku dan sujud” [Al-Hajj : 26].

KENALI YANG KAU YAKINI..

Nabi Muhammad SAW adalah nabi agama islam yang ke 25 yang wajib kita ketahui. Beliau adalah nabi yang terakhir dengan ajaran yang menyempurnakan ajaran Allah SWT sebelumnya.

27 Mei 2011

Belajar Memahami Ketetapan Allah


“Tidak sekali pun nafas yang engkau hembuskan, kecuali di dalamnya ada ketentuan Allah yang berlaku atas dirimu.”
Ini adalah cerita sedih seorang sahabat. Di usianya yang masih terbilang muda, ia harus rela hidup menjanda. Sebuah kisah cinta yang tragis. Di hari pernikahannya, usai merayakan walimah, suaminya jatuh sakit. Sakit yang pada akhirnya mengantarkan sang suami menghadap-Nya.

 Mimpi tentang kebahagian hidup berumahtangga pun pupus sudah. Tak terbayangkan kepedihan yang dirasakan sahabatku ini. Angan-angan yang telah dirajut sejak lama, terurai dalam sekejap.
Teramat berat. Tentu saja. Bayangkanlah seandainya hal itu menimpa diri kita?
Tapi, inilah hidup. Ada sukanya dan ada dukanya. Ada senangnya dan ada sedihnya. Kita tidak dapat senantiasa melewati lorong hidup yang terang, kadang kita harus melewati lorong hidup yang gelap. Kita tidak dapat berharap hidup menyapa kita dengan keindahannya setiap waktu.

Kalau kita dihadapkan pada pilihan antara senang dan sedih,kita pasti memilih untuk senang. Jika kita dihadapkan pada pilihan kaya dan miskin, pasti kita lebih memilih kaya. Jika kita dihadapkan pada pilihan antara sehat dan sakit, pasti kita memilih sehat.

Namun, ini bukan tentang apa yang kita inginkan. Ini tentang apa yang harus kita jalani, sebagai bagian dari ketetapanNya. Pilihan kita hanyalah Ridho dengan takdirNya. Karena sejatinya, seburuk apapun yang terjadi, sepedih apapun yang kita rasakan, ketetapan ALLAH tetap hal terbaik bagi setiap hamba-hambaNya. Karenanya akan senantiasa ada hikmah dari segala hal yang menimpa kita.
Musibah yang menimpa sahabatku ini, di kemudian hari memberi ruang perdebatan, ketika banyak orang-orang yang mengatakan itu terjadi karena pilihan tanggal pernikahannya adalah hari yang buruk. Bagi sahabatku, ini adalah ujian lain bagi kemantapan aqidahnya.

Tidak ada yang harus disesali dari pilihan tanggal pernikahan tersebut. Jodoh adalah keputusan Allah. Dan dilangsungkan pernikahan pada tanggal yang telah disepakati , juga merupakan keputusan Allah. Tidaklah terjadi sesuatu kecuali atas kehendak-Nya.

Tidak ada hari yang buruk. Setiap hari adalah baik. Karena hari adalah putaran waktu yang ditandai dengan terbit tenggelammnya matahari. Yang membuat “hari menjadi buruk” adalah sikap negative para hamba dalam merespon ketetapanNya.
Sahabat,
Sesungguhnya, keseluruhan hidup kita adalah karunia. Jika pun ada takdir buruk berupa musibah yang menerpa kita, mungkin saja, sesungguhnya Allah menghindarkan kita dari musibah yang lebih besar. Bisa jadi, ini adalah tangga untuk naik kepada derajat yang lebih tinggi di sisiNya. Bisa jadi, dengan musibah ini Allah menghapus dosa-dosa kita.

Inilah juga tanda dari rasa sayang-Nya, karena setiap musibah yang menimpa setiap hamba sesungguhnya adalah sapaan kasih dari-Nya, agar kita mendekat kepadaNya.
Mungkin ada saat ketika kita bertanya kepada-Nya, “Why it happens to me?”
Mungkin ada saat ketika kita meratap, ”God, it’s completely hard!”
Sahabat,

Engkaulah muslimah terpilih. Bukankah Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan baginya maka ia diuji (dengan musibah yang menimpa).” (HR. Bukhari)
Engkau istimewa, karenanya DIA memperlakukanmu dengan istimewa. Rasakan ini sebagai bentuk cintaNya yang demikian dalam kepadaMu. Bukankah Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila Allah menyenangi seorang hamba maka dia diuji agar Allah mendengar permohonannya.” (HR. Baihaqi)

Engkau luar biasa. Karena hanya orang-orang luar biasa yang mendapat ujian luar biasa. Bukankah Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau imannya lemah dia diuji dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus menerus sehingga ia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Bukhari)

Dan sesungguhnya Allah SWT tidak akan menimpakan beban di luar kesanggupan kita. Segala ujian yang menimpa kita sesuai dengan kadar ketahanan yang kita miliki.
Sahabat,
Semoga Allah menghapus dosa-dosamu asbab musibah yang menimpamu. Semoga Allah mencatatnya sebagai kebaikan atas kesabaranmu menghadapi cobaan ini. Semoga Allah memberi pengganti yang lebih baik. Semoga Allah memberimu pasangan hidup (lagi) yang akan mencintaimu karenaNya, dan akan engkau cintai karenaNya. Semoga Allah karuniakan kepadamu “Pangeran Impian” to brighten your days. Semoga Allah kirimkan kepadamu dalam waktu dekat.

Tugas Manusia



Kau sebelumnya tak ada, lalu menjadi ada dengan kondisi yang telah ada sebelumnya; orang tua, kakak, adik, lingkungan, kebudayaan. Dari ujung pangkal kehidupanmu kau sudah mengumpulkan banyak tanya; dari mana asalmu, mengapa kita menjadi sadar, dan bisa berpikir, siapa yang membuat kita berpkir?

Ada banyak pertanyaan, dan dari yang banyak itu lalu menggiringmu pada perenungan, pada sesuatu yang kau hayati, lalu sadari, dan akhirnya kau percayai. Dengan kondisi sekitarmu yang telah baik, maka kau dengan mudah menemukannya: bahwa Allah menciptakan kehidupan ini untukmu, untuk suatu tujuan. Kehidupan yang sungguh kompleks, Allah yang memulainya, kau sadar bahwa Ia berhak atas ketundukan seluruh alam, karena Ia-lah Sang Maha Pencipta, Allahu… subhanallah… walhamdulillah…

Namun saat kau lihat lingkungan, kau sadari pula, bahwa tak sedikit manusia yang tidak berpikir demikian. Kau temukan mereka di sekitarmu, mencoba menjawab pertanyaan hidup dengan akal, lalu berpegang pada teori duniawi dan menganggap hidup ini adalah lahir dengan sendirinya. Maka mereka menjadi sombong, menghindar dari keniscayaan bahwa hidup ini diciptakan, dari logika bahwa hidup ini memiliki aturan. Mereka menyangkal keimanan. Lalu kau renungi bahwa orang seperti mereka akan berkesudahan buruk, di dunia maupun akhirat, untuk itulah kau bersyukur, bahwa hidayah telah kau dapat, sambil berlindung kepada-Nya dari segala godaan.

Kau lalu renungi, bahwa Allah menciptakan manusia, dengan kesadaran dan kemampuan berpikir yang terbatas. Sehingga kau temukan bahwa sesungguhnya banyak hal yang tak dapat dijawab oleh manusia daripada yang diketahui. Meskipun memang, itu tak membuat otak manusia menjadi hal yang bisa dikecilkan. Maka kau renungkan dengan baik, bahwa manusia yang berpikir dengan benar, yang juga dibimbing wahyu, akan mendapati hikmah kebijaksanaan ini: dunia dan seisiinya adalah diciptakan untuk suatu hal, dan untuk suatu tujuan, dan suatu tugas.

Lalu kau dapati, bahwa Allah secara berkala memberikan petunjuk tentang apa tujuan kau hidup di dunia ini, pada kitab, melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi SAW. Nabi SAW memiliki tugas untuk menyampaikan kebenaran ini—bahwa hidup manusia adalah dalam skenario tertentu, dengan tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban. Dan kau bertanya: apa tugas manusia itu? Sedikit demi sedikit, dengan membuka kitab, membaca petunjuk, kau pahami, bahwa tugas manusia adalah ibadah dan khilafah: melakukan pengabdian sepenuhnya pada-Nya, dan menjadi pengganti, entitas yang diberi kewenangan berpikir dan mengatur dunia dengan kekuatan akal dan pikiran yang diberikan.

Dan orang yang paling pintar adalah ketika ia terus sadar, tidak lupa, pada apa yang ia percayai itu, pada keimanan dalam hatinya, sehingga itulah yang membuat dia dekat dengan Allah, membuatnya selalu damai menjalankan semua tugas kehidupannya, karena keyakinan itulah, seorang muslim selalu bahagia dalam menjalani tiap jengkal kehidupannya.

Maka hari demi hari adalah perhitungan bagimu, sudah sejauh mana kau mengusahakan semua potensimu untuk melaksanakan tugas itu: ibadah dan khilafah. Sudahkah kau memberi spesifikasi tertentu pada fungsi kehidupanmu, pada arah mana kau mengambil tugas itu? Akan menyelesaikan masalah apa saja sih selama kau hidup? Apa manfaatnya orangtuamu dan umat manusia ini terhadap kelahiranmu, kehidupanmu, keberadaanmu?

Kau harus berusaha untuk itu, sambil tetap percaya bahwa Allah yang mengatur semua kehidupan, kecil besar, sekarang kemarin esok. Allah mengatur semua, dan kau berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan tugas itu. Apa yang terjadi pada sekitarmu adalah pemicu dari luar, dorongan dari luar, desakan eksternal. Apa yang harus kau lakukan adalah menjadi diri sendiri, melakukan hal-hal dengan ikhlas karena Allah yang menjadikanmu hidup dan memberimu tugas. Kehidupanmu ingin kau tujukan seluruhnya untuk Allah, untuk tugas hakiki itu. Maka bismillah… maka dengan nama Allah semuanya akan menjadi baik dan lancar.
Jogja-Magelang, 17 Mei 11

Oleh Ashif Aminulloh Fathnan

Cukuplah Bagi Kami Dienullah Al-Islam Dan Identitas Sebagai Muslim

 

Suatu ketika selagi berda’wah di Australia, penulis ditanya oleh seorang mahasiswa Indonesia yang sedang mengambil program paska-sarjana, “Ustadz, mana yang lebih baik antara seorang ‘muslim tapi’ atau orang ‘kafir yang baik’?” Pertanyaan ini sungguh mencerminkan kebingungan penanya yang barangkali juga mewakili kebingungan banyak kaum muslimin dewasa ini. Yang dimaksud dengan seorang ‘muslim tapi’ ialah seorang muslim tapi banyak berbuat dosa. Muslim, tapi korupsi. Muslim, tapi minum khamr. Muslim, tapi berzina. Muslimah, tapi tidak berjilbab. Sedangkan yang dimaksud dengan seorang ‘kafir yang baik’ ialah seorang non-muslim tapi disiplin, rajin bekerja, tertib, teratur, jujur dan lain sebagainya.

Maka penulis menjawab dengan mengatakan bahwa keduanya sama-sama buruk. Si ‘muslim tapi’ buruk karena dia setiap hari berdusta kepada Allah سبحانه و تعالى . Dia mengaku beriman tetapi tidak sanggup menghadapi berbagai ujian di dunia. Ia tidak bersungguh-sungguh dalam menjaga identitasnya sebagai bahagian dari kaum beriman. Padahal Allah سبحانه و تعالى telah memperingatkan setiap orang yang mengaku beriman bahwa dirinya akan diuji agar tersingkap siapa yang jujur dan benar dalam pengakuan berimannya dan siapa yang berdusta alias berbasa-basi dalam pengakuannya.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَوَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)

Sedangkan si ‘kafir yang baik’ juga buruk karena segala kebaikan yang dia perlihatkan hanya bermanfaat sebatas hidupnya di dunia. Sedangkan segala kebaikan yang dia perlihatkan tersebut tidak akan menghasilkan akibat baik apapun bagi kehidupannya di akhirat kelak. Sehingga Allah سبحانه و تعالى gambarkan bagaimana amal perbuatan orang-orang yang kafir terhadap hari Akhir menjadi seperti debu berterbangan alias tidak ada nilainya sama sekali.

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan [25] : 23)

Lalu apa yang mestinya dilakukan? Berda’wah. Ajaklah manusia agar menuju ke Allah سبحانه و تعالى . Angkatlah derajat si ‘muslim tapi’ agar meninggalkan posisi buruk status quo-nya. Doronglah dia agar menjadi seorang muslim-mukmin sejati. Tidak lagi gemar melakukan dosa. Sedangkan da’wah kepada si ‘kafir yang baik’ ialah dengan memperkenalkan kepadanya jalan hidup yang benar, yaitu dienullah Al-Islam. Dan pada puncaknya, ajaklah dia agar memeluk Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh teladan utama kita Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم . Hal ini dilakukan agar segala kebaikan yang telah ia lakukan mempunyai efek dan nilai yang jauh sehingga terbawa ke alam berikutnya yaitu kehidupan akhirat. Sebagaimana Allah سبحانه و تعالى nyatakan di dalam ayat berikut:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُحَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan (di dunia) yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16] : 97)

Di era penuh fitnah seperti sekarang banyak muslim yang bingung. Mereka melihat di satu sisi kemajuan atau kebaikan material umumnya melekat pada kaum kafir. Sedangkan di sisi lain segala hal yang berkaitan dengan keterbelakangan atau keburukan selalu melekat pada mereka yang disebut kaum muslimin. Akhirnya kebingungan itu melahirkan kian banyak muslim yang tidak lagi peduli dengan nikmat yang semestinya paling berharga dalam hidupnya, yaitu iman dan Islam.

Di samping itu mulailah kepercayaannya akan Islam sebagai identitas orisinalnya memudar. Mulailah mereka mencari-cari identitas lain yang mereka yakini lebih dapat mengangkat leverage (status) kemuliaan dirinya di hadapan manusia banyak. Mereka tidak lagi bangga mengaku sebagai muslim. Ada yang lebih bangga menjadi seorang rasionalis, spiritualis, moderat, radikalis, fundamentalis, demokrat, nasionalis, humanis, pluralis, sekularis, modernis, progressif, westernis, orientalis, liberalis atau universalis. Padahal secara gamblang Allah سبحانه و تعالى menyebutkan bahwa identitas orang beriman adalah menjadi kaum muslimin. Inilah sebutan resmi langsung dari Allah سبحانه و تعالى terhadap orang-orang yang beriman sepanjang zaman.

هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَأَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dia (Allah سبحانه و تعالى ) telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini.” (QS. Al-Hajj [22] : 78)
Di dalam buku Al-Islam, Sa’id Hawwa menulis:
Seandainya Islam undur dari panggung kehidupan, niscaya segala sesuatu yang ada di bumi ini tidak ada yang berada pada tempatnya dan semuanya dalam keadaan yang tidak tetap. Norma-norma akan menjadi tidak karuan dan nilai-nilai menjadi jungkir balik. Yang kemarin diharamkan, hari ini akan menjadi barang halal. Begitu pula sebaliknya. Apa yang ditetapkan hari ini, esoknya dibatalkan. Dan apa yang ditetapkan esok harinya, lusanya tidak akan berlaku lagi. Hawa nafsu manusia mencoba mengungkap hakikat dirinya dengan teori-teori yang paling bertentangan dan berlawanan. Dan bersama dengan teori-teori tersebut manusia semakin tidak tahu tentang hakikat dirinya. Tidak tahu mana jalan masuk dan mana jalan keluar. Ia berputar-putar dalam lingkaran syetan. Menggelinding tak tentu arah. Meski dirinya membayangkan bahwa ia tahu apa yang ia harus lakukan, namun hakikatnya ia tidak tahu apa yang ia harus lakukan, ia tidak tahu mengapa ia melakukan dan mengapa ia menghendaki? Setiap generasi ingin mengungkap hakikat dirinya dalam bentuk yang berbeda dengan orang lain. Di sana tidak ada dasar yang dijadikan rujukan manusia atau diakuinya. Maka kepada seseorang tidak dapat ditegakkan hujjah. Manusia tidak tunduk kepada satu pendapat. Meskipun seseorang atau penguasa menginginkan seluruh manusia kembali kepada satu sistem. Tetapi mereka pasti akan membangkangnya. Merdekakah manusia?

Ketika itulah manusia telah menjadi binatang-binatang di hutan belantara. Malah, barangkali keadaannya lebih buruk daripada binatang-binatang itu. Sebab manusia telah mengeksploitasi kemampuan dan fasilitas ilmiahnya di jalan yang sama sekali menyimpang. Maka binatang paling buruk manapun tidak akan mampu melakukan lebih sedikit saja darinya beribu-ribu kali.
Gambaran tersebut adalah kenyataan manusia sekarang. Dan kenyataan ini akan semakin memburuk. Bukankah jika semakin banyak aparat keamanan, semakin meningkat angka kriminalitas? Bukankah sekarang ini muncul generasi banci dan liar? Bukankah dimana-mana telah merajalela kebebasan hubungan seks? Bukankah angka orang yang terkena penyakit kelainan seks semakin meningkat sampai di beberapa negara tertentu telah mencapai 70% laki-laki yang kena penyakit tersebut? Bukankah kita melihat teori-teori yang diajukan setiap hari malah menjadikan suatu masalah semakin kacau dan bertentangan? Apa artinya semua itu?

Sekali lagi, undurnya Islam dari panggung dunia ini akan menjadikan segala sesuatu berada bukan pada tempatnya. Karena Islam adalah satu-satunya prinsip Rabbani yang benar dan lurus, jauh dari penyimpangan dan kesalahan. Islam-lah satu-satunya yang dapat menyempurnakan kemanusiaan di bawah naungannya. Tanpa Islam, segala sesuatu yang ada dalam manusia dan untuk manusia akan musnah.” (hal. 1, 2 dan 3 jilid 03)
***
Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa hanya dan hanya dengan menempuh jalan hidup Islam ini sajalah umat manusia bakal hidup dalam keadilan, selamat, damai dan bersatu, Jika mereka mencari jalan yang lainnya –baik dicampurkan bersama Islam atau tidak- maka niscaya berantakanlah mereka:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُوَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْسَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“... dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’aam [6] : 153)
Kemudian Allah سبحانه و تعالى telah menegaskan secara pasti di dalam Al-Qur’an, bahwa Islam merupakan Din bagi seluruh Nabi-nabi dan Rasul-rasul sejak dari Adam as sampai dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم –sebagai pembawa risalah samawi (langit) yang terakhir. Dalam hubungan ini dapat diperhatikan beberapa kutipan dari al-Qur’an seperti di bawah ini.
Berkenaan dengan Nuh, Ibrahim dan Ismail alaihimus salam di dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“…aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang muslim (yang berserah diri kepada-Nya).” (QS. Yunus [10] : 72)
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ
“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang muslim (yang tunduk patuh) kepada Engkau.” (QS. Al-Baqarah [2] : 128)
Nabiyullah Ya’qub alaihimas salam mewasiatkan kepada anak-anaknya sebagaimana tersebut di dalam al-Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan sebagai muslim (memeluk agama Islam).” (QS. Al-Baqarah [2] : 132)
Sedangkan mengenai Taurat di dalam al-Qur’an diterangkan,
يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا
“…yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang Islam (menyerahkan diri kepada Allah)…” (QS. Al-Maidah [5] : 44)
Dan mengenai Nabi Musa alaihis salam Al-Qur’an menerangkan,
فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ
“Berkata Musa, ‘Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar muslimin (orang yang berserah diri)’.” (QS. Yunus [10] : 84)
Tentang Yusuf alaihimus salam al-Qur’an menerangkan,
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS. Yusuf [12] : 101)
Dan berkenaan dengan imannya tukang-tukang sihir Fir’aun kepada Musa alaihis salam al-Qur’an menceritakan,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
"Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan sebagai muslimin (berserah diri kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf [7] : 126)
Sedangkan tentang kaum Hawariyyin —pembela Nabi Isa alaihis salam— disebutkan di dalam al-Qur’an,
ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah muslimin (orang-orang yang berserah diri).” (QS. Ali-Imran [3] : 52)
Ratu Saba’ pernah menyatakan keislamannya sebagaimana diceritakan di dalam Al-Qur’an,
وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Aku Islam (berserah diri bersama Sulaiman alaihis salam) kepada Allah, Rabb semesta alam.” (QS. An-Naml [27] : 44)
Sedangkan berkenaan dengan do’a seorang laki-laki yang sholeh, al-Qur’an menyebutkan,
وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk muslim (orang-orang yang berserah diri).” (QS. Al-Ahqaf [46] : 15)
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, "Para Nabi adalah satu ayah (Adam ‘alaihis salam), ibu mereka berbeda-beda namun agama mereka satu." (HR. Muslim 4362)
Dan Allah سبحانه و تعالى berfirman:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًاوَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَىأَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
“Dia (Allah سبحانه و تعالى ) telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa alaihimus salam yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS. Asy-Syura [26] : 13)
Islam yang diserukan oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم dapat diketahui dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang telah diakui ke-shahihannya oleh para ulama hadits. Dan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ini adalah merupakan hidayah yang sempurna untuk seluruh ummat manusia. Allah سبحانه و تعالى menurunkan Islam ini secara menyeluruh dan sempurna, sehingga tidak ada satu persoalanpun yang menyangkut kehidupan manusia yang tidak diatur oleh Islam, baik yang berkait dengan hukum —seperti hukum mubah, haram, makruh, sunnah, wajib dan fardhu— ataupun yang menyangkut masalah aqidah, ibadah, politik, ekonomi, peperangan, perdamaian, perundang-undangan dan semua konsep hidup manusia. Sebagai mensifati al-Qur’an, Allah سبحانه و تعالى berfirman:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS. An-Nahl [16] : 89)
وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“…sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu,” (QS. Al-A’raaf [7] : 145)
Akan halnya sesuatu yang belum dijelaskan secara gamblang dan rinci dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dapt diketahui dengan jalan pengambilan hukum (istinbath) oleh para mujtahid ummat Islam.
Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah telah menjelaskan semua persoalan yang berkait dengan aqidah, ibadah, keuangan, sosial-kemasyarakatan, perang dan damai, perundang-undangan dan kehakiman, ilmu, pendidikan dan kebudayaan, hukum dan pemerintahan. Para ahli fiqih memformulasikan semua persoalan yang dibahas oleh Islam menjadi persoalan aqidah, ibadah, akhlaq, muamalah dan uqubah (sanksi hukum).
Termasuk ke dalam masalah aqidah adalah masalah hukum dan pemerintahan, dalam masalah akhlaq adalah masalah tatakrama, dan masalah ibadat adalah shalat, zakat, haji dan jihad, dalam masalah muamalah adalah transaksi keuangan, nikah dan segala persoalannya, soa-soal konflik, amanah dan harta peninggalan, sedangkan yang termasuk ke dalam masalah uqubah ialah qishash, hukuman bagi si pencuri, pezina, penuduh zina dan murtad.
Allah سبحانه و تعالى membebani manusia agar Islam ditegakkan di muka bumi sebagai langkah untuk menuju kehidupan ukhrawi. Hanya saja tabiat manusia sendiri cenderung tidak menyukai beban yang diamanahkan kepadanya yang dapat membatasi hawa nafsu syahwat dan kesenanagan serta kebebasannya, meskipun hal itu untuk kebaikannya. Oleh itu Allah سبحانه و تعالى mewajibkan para pembela kebenaran yang beriman kepada Allah سبحانه و تعالى dan komitmen terhadap kebenaran untuk membimbing kemanusiaan, supaya tunduk kepada kekuasaan Allah سبحانه و تعالى . Tugas ini dilaksanakan dengan cara menegakkan ad-da’wah al-Islamiyyah, amar ma’ruf nahyi munkar serta al-jihad fii sabilillah.
Menegakkan ad-da’wah al-Islamiyyah, amar ma’ruf nahyi munkar bertujuan agar Islam betul-betul tegak di tengah-tengah masyarakat Islam. Sedangkan jihad dilakukan bertujuan untuk melindungi keberlangsungan ad-da’wah al-Islamiyyah serta amar ma’ruf nahyi munkar dan untuk menegakkan kekuasaan syari’at Allah سبحانه و تعالى di seluruh dunia.
Dengan demikian Islam dapat disimpulkan menjadi:
  1. Aqidah sebagai fondasi; yang tercermin dengan syahadatain dan rukun iman
  2. Ibadah sebagai syiar-syiar ritual-seremonial peribadatan; yang tercermin dengan shalat, zakat, puasa dan haji, juga disebut rukun Islam
  3. Bangunan (sistem) yang tegak di atas rukun-rukun tersebut yang tercermin dengan seluruh sistem hidup Islam. Mencakup sistem politik, ekonomi, sosial, hukum, budaya, pendidikan, kemiliteran, akhlaq dan lain-lain.
  4. Tiang-tiang penegak sebagai cara menegakkan sekaligus melindungi Islam yang tercermin dengan ad-da’wah al-Islamiyyah, amar ma’ruf nahyi munkar serta al-jihad fii sabilillah. Tiang-tiang penegak ini bersifat basyari (upaya manusiawi), bukan tiang penegak yang bersifat rabbani, seperti sanksi fitriah, sanksi paksaan ilahiah di dunia, dan balasan surga-neraka di akhirat.
Sesudah itu semua, masih perlukah kita melirik dien (way of life, falsafah hidup, pedoman hidup, sistem hidup) selain Al-Islam? Masih perlukah kita mencari-cari identitas tambahan —baik dicampurkan bersama identitas sebagai muslim maupun berdiri sendiri— selain identitas yang Allah سبحانه و تعالى langsung sematkan pada diri kita, yaitu sebagai muslimin?

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah kaum muslimin (orang-orang yang berserah diri kepada Allah سبحانه و تعالى )’." (QS. Ali-Imran [3] : 64)    

oleh Ihsan Tandjung