MELIHAT “MANFAAT MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN”

Adapun definisi Alqur’an adalah: “Kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada nabi Muhammad saw. dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.

Manfaat Sholat Secara Medis

Selama ini sholat yang kita lakukan lima kali sehari, sebenarnya telah memberikan investasi kesehatan yang cukup besar bagi kehidupan kita. Mulai dari berwudlu ( bersuci ), gerakan sholat sampai dengan salam memiliki makna yang luar biasa hebatnya baik untuk kesehatan .

Manfaat Puasa Untuk Kesehatan

Kesehatan merupakan nikmat yang tidak dapat dinilai dengan harta benda. Untuk menjaga kesehatan, tubuh perlu perlu diberikan kesempatan untuk istirahat. Puasa, yang mensyaratkan pelakunya untuk tidak makan, minum, dan melakukan perbuatan-perbuatan lain yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani pelakunya.

Hikmah dan Manfaat Ibadah Haji

Dan ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah untuk Ibrahim dengan menyatakan “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apapun dan sucikan rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, beribadah, ruku dan sujud” [Al-Hajj : 26].

KENALI YANG KAU YAKINI..

Nabi Muhammad SAW adalah nabi agama islam yang ke 25 yang wajib kita ketahui. Beliau adalah nabi yang terakhir dengan ajaran yang menyempurnakan ajaran Allah SWT sebelumnya.

9 Jun 2011

Jangan Durhakai Anakmu!

PERNAH suatu ketika ada seorang bapak yang mengeluh kepada Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab ra mengenai anaknya yang durhaka. Orang itu mengatakan bahwa putranya selalu berkata kasar kepadanya dan sering kali memukulnya. Maka, Umar pun memanggil anak itu dan memarahinya.


“Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu bahwa durhaka kepada orangtua adalah dosa besar yang mengundang murka Allah? Bentak Umar.
“Tunggu dulu, wahai Amirul Mukminin. Jangan tergesa-gesa mengadiliku. Jikalau memang seorang ayah memiliki hak terhadap anaknya, bukankah si anak juga punya hak terhadap ayahnya?” Tanya si anak.
“Benar,” jawab Umar.
“Lantas, apa hak anak terhadap ayahnya tadi?” lanjut si Anak.
“Ada tiga,” jawab Umar. “Pertama, hendaklah ia memilih calon ibu yang baik untuk putreanya. Kedua, hendaklah ia menamainya dengan nama yang baik. Dan ketiga, hendaklah ia mengajarinya al-Quran.”
Maka, si Anak mengatakan, “Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak pernah melakukan satu pun dari tiga hal tersebut. Ia tidak memilih calon ibu yang baik bagiku; ibuku adalah hamba sahaya jelek berkulit hitam yang dibelinya dari pasar seharga dua dirham, lalu malamnya ia gauli sehingga ia hamil mengandungku. Setelah aku lahir pun ayah menamaiku Ju’al,  dan ia tidak pernah mengajariku menghafal al-Quran walau seayat.”


Ju’al adalah sejenis kumbang yang selalu bergumul pada kotoran hewan. Bisa juga diartikan seorang yang berkulit hitam dan berparas jelek atau orang yang emosional. (Lihat Al-Qamus Al-Muhith, hal. 977).
“Pergi sana! Kaulah yang mendurhakainya sewaktu kecil, pantas kalau ia durhaka kepadamu sekarang,” bentak Umar kepada si Ayah. (Disadur dari kuthbah Syaikh Dr. Muhammad Al-Arifi, Mas’uliyatur Rajul fil Usrah. Lihat Ibunda Para Ulama, Sufyan bin Fuad Baswedan, hal. 11-12.)


Pembaca budiman, satu hal yang perlu kita renungkan dari kisah di atas adalah; cobalah untuk menengok diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Bisa jadi, ada sesuatu yang salah pada diri kita.


Piilihkan Calon Ibu yang Shalihah
Hendaklah setiap muslim memilihkan bagi anak-anaknya seorang ibu muslimah yang mengenal hak Rabbnya, hak suami dan hak anak. Hendaklah ia memilihkan ibu yang mengenal tugas hidupnya. Seorang ibu yang mengenal posisinya di dalam hidup ini. Seorang ibu yang memiliki rasa kecemburuan terhadap agama dan sunnah Nabinya -sholallahu 'alaihi wasallam-.


Hal ini karena seorang ibu adalah madrasah yang akan meluluskan anak-anak Anda. Apabila ibu tersebut baik, maka ia akan menyusukan kebaikan dan ketakwaan. Namun bila ibu tersebut buruk, maka ia akan memberikan keburukan juga. Sebagai contoh nyata, Zubair bin ‘Awam. Ia merupakan hasil dari didikan ibundanya, Shafiyah binti Abdul Muththalib, sehingga ia pun tumbuh di atas tabiat dan budi pekertinya. Di kemudian hari, ia pun memilihkan calon ibu bagi anak-anaknya seorang wanita mulia, Asma binti Abu Bakar. Sehingga, ia pun melahirkan generasi orang-orang yang memiliki keagungan, Abdullah, Al-Mundzir dan ‘Urwah.
Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu 'anhu- dididik oleh dua wanita mulia; di waktu kecil ia bersama ibunya, Fathimah binti Asad dan ketika menginjak remaja ia bersama Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- .


Abdullah bin Ja’far adalah penghulunya bangsa Arab yang paling dermawan sekaligus pemuda Arab yang cerdas. Ayahnya meninggal ketika ia masih kecil. Maka ibunya, Asma binti ‘Umais berusaha untuk membesarkannya. Ia adalah sosok ibu yang memiliki keutamaan dan kecerdasan yang luar biasa.
Mu’awiyah bin Abi Sufyan adalah adalah orang yang pandai dan cemerlang. Ia telah mewarisi dari ibunya, Hindun binti ‘Utbah sesuatu yang tidak ia warisi dari ayahnya, Abu Sufyan. Hindun berkata ketika anaknya, Mu’awiyah berada di dalam dekapannya, “Apabila Mu’awiyah hidup dalam umur panjang, maka ia akan memimpin kaumnya.” Ia juga bertutur, “Celakalah kaumnya apabila tidak dipimpin seseorang dari kaumnya.” Kelak, bila Mu’awiyah -radhiyallahu 'anhu- memiliki kebanggaan dengan kemampuan dan keahliannya dalam berpendapat, maka ia selalu menisbatkannya kepada ibunya sehingga akan mengetarkan pendengaran musuh-musuhnya, seraya berkata, “Saya adalah anak dari Hindun.”


Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz termasuk raja yang paling menakjubkan, adil dan mulia. Ibunya, Ummu ‘Ashim binti ‘Ashim bin Umar bin Khaththab. Ia adalah orang yang paling sempurna di zamannya dan yang paling mulia. Ibunya adalah seorang wanita yang dinikahkah oleh Umar dengan anaknya, ‘Ashim. Tidak ada yang dibanggakan darinya baik dari segi harta maupun nasab kecuali perkataannya yang jujur ketika menesehati ibunya. Dialah yang menurunkan akhlak kakeknya Al-Faruq kepada Umar bin Abdul Aziz.
Pilihkan Nama yang Terbaik


Hendaklah seorang muslim memilih nama-nama yang terbaik dan terindah sebagai bentuk pelaksanaan atas apa yang telah ditunjukkan dan dianjurkan oleh Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam-. Dari Abu Darda’ -radhiyallahu 'anhu-, ia berkata : Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda:

إِنَّكُم تُدْعَونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُم وَأَسْمَاءِ آبَائِكُم فأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُم

“Sesungguhnya kalian akan dipanggil di hari Kiamat dengan nama-nama anak kalian dan dengan nama ayah-ayah kalian. Maka perbaguslah nama kalian.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad hasan)

Dari Ibnu Umar -radhiyallahu 'anhu-, ia berkata : Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda:

إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللّهِ عَبْدُ اللّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَـنِ
“Sesungguhnya nama-nama kalian yang paling disukai oleh Allah Azza wa Jalla adalah Abdullah dan Abdurrahman.”  (Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya).
Ajarkan al-Quran kepada Anak


Dalam al-Quran terkandung sejumlah Tarbiyah Imaniyah. Yang dimaksud Tarbiyah Imaniyah adalah mengikat si kecil sejak ketergantungannya kepada pilar-pilar keimanan, membiasakannya sejak ia memahami rukun-rukun Islam, serta mengajarkannya pokok-pokok syariat Islam yang mulia semenjak masa tamyiz (mampu membedakan mana yang hak dan mana yang bathil)


Mengajarkannya pilar-pilar keimanan, seperti; iman kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan iman kepada para Rasul-Nya, mengimani adanya pertanyaan dua malaikat, adzab dan nikmat kubur, pembangkitan, surga dan neraka dan semua perkara-perkara yang ghaib.
Mengajarkan rukun-rukun Islam, seperti; shalat, puasa, zakat dan haji. Mengajarkannya dasar-dasar syariat Islam, seperti; peradilan Islam, hukum-hukum Islam, undang-undang dan peraturan dalam Islam.

Dari sinilah akan lahir beberapa hal, di antaranya:


Pertama, Hubbullah (cinta kepada Allah ta’ala). Yaitu dengan menunjukkan nikmat-nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya kepada si kecil. Misalnya, bila si ayah duduk-duduk bersama si kecil ketika sedang makan seraya mengatakan kepadanya: ‘Nak, tahukah engkau siapakah yang telah memberikan makanan ini kepada kita?’
Si kecil akan menjawab: ‘Siapakah wahai ayah?’
Si ayah bertutur: ‘Allah’.
Si kecil balik bertanya: ‘Terus, bagaimana ayah?’
Maka si ayah menjelaskan: ‘Nak, karena Allah yang telah memberi rizqi kepada kita dan kepada semua manusia, maka bukankah Ilah ini yang berhak engkau cintai?’
Si kecil akan menjawab: ‘Tentu, ayah’

Seandainya si kecil sedang sakit, maka orangtua akan membiasakannya untuk selalu berdoa, seraya berkata: ‘Nak berdoalah kepada Allah semoga menyembuhkanmu, sebab Dia-lah yang memiliki penyembuhan’, lalu mendatangkan seorang dokter dan mengatakan: ‘Dokter ini hanya sekedar perantara saja, namun kesembuhan hanya datang dari Allah’. Apabila Dia mentaqdirkan kesembuhan bagi si kecil, maka orantg tua mengatakan: ‘Nak, bersyukurlah kepada Allah’, lalu menjelaskan kepadanya nikmat-nikmat Allah, sehingga si kecil akan mencintai-Nya, sebab Dia-lah yang telah mengaruniakan kesembuhan baginya.
Demikian seterusnya dalam setiap kesempatan dan dalam setiap mendapatkan kenikmatan hendaklah engkau selalu mengaitkannya kepada Yang Memberi nikmat, sehingga dalam hati si kecil tertanam  rasa cinta kepada Allah.


Kedua, Hubburrasul (cinta kepada Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- ). Yaitu dengan mengajarkan kepada si kecil sikap-sikap Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- , keberanian, konsisten, kelemah lembutan, kemurahan, kesabaran dan keihklasan beliau. Dengan hal ini, seorang anak akan mencintai Nabinya -sholallahu 'alaihi wasallam- .


Ketiga, Muraqabatullah (menumbuhkan sifat merasa terus diawasi oleh Allah Tabaaraka wa ta’ala). Yaitu dengan mengajarkan kepada si kecil bahwa Allah selalu mengetahui dirinya dalam setiap gerakan dan diamnya, sehingga si kecil akan merasa terus diawasi oleh Allah, takut kepada Allah dan ikhlas dalam setiap amalannya hanya mencari keridhaan Allah.


Keempat, Mengajarkan kepada si kecil hukum-hukum halal dan haram. Hendaklah orangtua menjelaskan kepada si kecil tentang hal-hal yang haram sehingga ia bisa menjauhinya, hal-hal yang halal dan mubah agar ia bisa melakukannya serta menjelaskan adab-adan islami supaya ia bisa melaksanakannya.
Semoga kita senantiasa dibimbing oleh Allah agar mampu memenuhi hakhak anak, sehingga kita tidak sampai menzhaliminya, apalagi menyandang gelar orangtua yang durhaka kepada anaknya. *

Abu Hudzaifah, LcPenulis seorang penerjemah dan penulis buku-buku islami

Kalau Hanya Omong, Semua Juga Bisa


Oleh Syaifoel Hardy

Jantung saya berdetak lebih cepat. Lebih keras dari biasanya ketika membaca sebuah pesan dari seorang anak muda yang mengatakan bahwa dia tidak lagi percaya dengan omongan, apa itu dari seorang adviser, speaker, motivator dan sejenisnya.
Dia pernah tertipu. Omongan-omongan mereka, begitu pengakuannya, penuh dengan kepalsuan. Apa yang diomongkan, tidak sesuai dengan yang dilakukan. Munafik! Katanya. Yang dia simpulkan sebelum menutup ‘perbincangan’ kami, adalah: ”Kalau hanya omong, semua orang juga bisa!”
Apa benar?
Berbicara itu membutuhkan seni dan kiat. Orang-orang besar dalam sejarahnya, dapat dipercaya dan dianut serta mendapat simpati yang luar biasa dari masyarat luas bahkan untuk ukuran sebuah negara, tidak jarang karena omongannya. Kepandaian dan kelihaiannya dalam berbicara bikin orang terpana.
Apa yang dibicarakan bisa membangkitkan semangat, membuat orang lebih bergairah, termotivasi, berubah, terinspirasi, mengembangkan ide-ide besar, meneliti, terharu, hingga menumbuhkan sebuah kebencian. Semua ini bisa muncul hanya karena pembicaraannya. Oleh sebab itu, betapa pentingnya arti sebuah pembicaraan atau omongan.
Lihatlah bagaimana sikap Rasulullah SAW dalam berbicara, yang sanggup memukau perhatian serta memikat jutaan umat manusia. Jangankan kawan, lawan atau musuh beliau SAW, terkesima jika melihat beliau SAW berbicara. Sikap, tidak tanduk, tata cara yang menemani uraian kalimat demi kalimat yang meluncur, bukan sembarangan. Apa yang beliau SAW katakan, jika bukan sebuah Firman Allah SWT, adalah hadits, sunnah. Apa yang diucapkan beliau SAW penuh nuansa ilahiah dan ibadah.
Zaman sekarang memang beda. Di zaman yang serba materialistik ini segala sesuatu selalu diukur dengan harta dan uang. Jika tidak menguntungkan dari segi material dan finansial, jangan harap manusia tergoda. Jangankan orang lain yang tidak ada hubungan saudara, orangtua saja, bisa kehilangan wibawa karena tidak lagi dianggap oleh anak-anaknya. Astaghfirullah!
Nasihat-nasihat bijak kiayi dan mubaligh di masjid-masjid, hanya nyaring di kala hari-hari besar Islam tiba. Orang sudah tidak lagi menggubris. Mereka selalu beranggapan, bahwa orang-orang yang berada di mimbar sana bisanya hanya ngomong. Mereka selalu mengukur bahwa yang dimaksud kebaikan itu identik dengan harta, material dan uang. Segala sesuatu yang tidak dapat diukur dengan ketiga unsur dunia ini, akan dikesampingkan. Jika mungkin dibuang.
Dalam keluarga juga demikian. Orangtua yang tidak kaya dianggap kurang bertanggungjawab. Peran kakak tertua, manakala hanya koar-koar, tanpa diikuti tindakan konrit terhadap adik-adiknya, bakal kehilangan wibawa pula. Adik-adik hanya patuh kepada mereka yang punya harta, uang dan material. Mereka sepertinya sudah tidak lagi membutuhkan apa itu tuntunan kebajikan dan nasihat dalam kehidupan.
Demikian pula guru-guru di sekolah. Mereka yang miskin dan berdandan kuno, tidak bakalan dapat nama di depan para mahasiswa. Murid-murid sekolah dan mahasiswa acapkali terkesima hanya oleh dunia material ini. Dandanan dan penampilan yang wah.
Barangkali kita tidak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya, karena bisa jadi inilah hasil atau buah pendidikan selama ini.
Anak-anak di sekolah hanya diajarkan bagaimana agar nanti menjadi orang yang pintar. Insinyur, dokter serta aneka sarjana profesioanal yang dianggap bermartabat. Anak-anak ini tidak diajarkan bagaimana menjadi orang yang bijak, bermartabat, kuat, berbudi pekerti luhur, menjungjung tinggi budaya dan agama, serta tetek-bengek lainnya yang tidak bisa diukur dengan maretial, harta dan uang. Sepertinya kita lupa, betapa negeri ini sudah memiliki berjuta orang pintar. Namun apakah diikuti dengan peningktakan kualitas moral?
Maka, jadilah mentalitas generasi muda yang hanya bertumpu kepada benda. Kebendaan adalah cita-cita luhur anak-anak. Cita-cita ini ironisnya, diidentikan dengan besarnya upah. Bukannya tingkat kepuasan batin, kejujuran, kebahagiaan, harmoni serta nilai-nilai luhur lainnya dalam segi sosial dan agama.
Generasi muda kita juga lupa, bahwa banyak hal yang tidak dapat diukur dengan uang. Mereka lupa, bahwa banyak unsur kehidupan yang tidak dapat ditukar dengan harta benda. Mereka kurang sadar, bahwa yang membedakan manusia beradab serta tingginya kemuliaan mereka bukanlah lantaran kekayaan yang dimilikinya.
Betapa sejarah sudah mencatat, manusia-manusia besar sepanjang perjalannya, diingat, disanjung, diabadikan serta dijadikan panutan, tidak terkecuali Rasulullah Muhammad SAW, bukan karena kekayaan hartanya. Sebaliknya, karena kesederhaan ucapan-ucapan beliau yang penuh teladan dan kebijakan. Yang sanggup menuntun serta membawa manusia ke jenjang tingkat kedudukan yang tinggi.
Kita memang butuh uang guna menunjang tuntutan kebutuhan hidup ini. Namun uang pada dasarnya akan datang sendiri manakala kita mau belajar, misalnya bagaimana cara berbicara yang benar. Ngomong yang benar. Karena omongan atau pembicaraan yang benar membutuhkan teknik dan strategi. Lewat ketrampilan ini, bukankah orang bakal membayar?
Seni berbicara ini bisa dipelajari, bukan untuk menipu orang. Sebaliknya, demi kebaikan kualitas umat manusia. Seni berbicara memiliki kekuatan magis yang luar biasa sekiranya mau ditekuni. Kenapa banyak orangtua, guru, pendidik hingga pemimpin tidak mendapatkan ‘upah’ dari hasil pembicaraanya kepada anak-anak, murid, anak buah, dan masyarakat? Karena satu hal, seni dan strateginya kurang atau tidak dipelajari.
Bagaimana seni atau omongan yang baik dan benar? Sebenarnya hanya satu, segala sesuatu yang keluar dari hati nurani terdalam setiap manusia adalah sebuah kebenaran. Sebaliknya, segala keraguan atau lainnya yang bertentangan dengan suara hati kita adalah keburukan. Apakah itu dalam bentuk kemunafikan, penipuan serta kejahatan lainnya.
Jadi, sebenarnya tidak semua orang bisa omong. Karena omongan itu membutuhkan kiat dan seni. Kalaupun kita bisa ngomong dengan baik, belum tentu benar. Sebaliknya, jika kita bisa omong benar, belum tentu baik. Apalagi tentang kebaikan. Wallahu a’lam!

8 Jun 2011

Doa Adalah Ibadah Dan Sumber Kemuliaan Sejati



Dalam sebuah hadis Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa doa merupakan ibadah. Lalu beliau mengutip sebuah ayat dari Al-Qur’an yang menggambarkan bahwa doa merupakan perintah Allah. Allah juga berfirman bahwa orang yang menyombongkan diri dengan tidak menyembah Allah alias tidak beribadah kepada Allah, maka tempatnya di neraka. (QS Al-Mu’min ayat 60)

Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Do’a itu adalah ibadah.” Kemudian beliau membaca: Rabbmu  berfirman:"Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (HR Tirmidzi 3294)

Betapapun banyaknya kebaikan seseorang bila tidak diiringi dengan kerendahan hati untuk memohon dan merasa butuh kepada Allah melalui doa, maka orang itu tidak akan memperoleh ganjaran atas segenap kebaikannya tersebut. Demikian diriwayatkan oleh istri Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam,  Aisyah radhiyallahu ’anha.


Berkata Aisyah: “Ya Rasulullah, di masa jahiliyyah Ibnu Jud’an menyambung tali silaturrahim dan memberi makan kepada orang miskin. Apakah hal itu dapat memberikan manfaat bagi dirinya?” Nabi menjawab: “Semua itu tidak akan memberikan manfaat baginya karena sesungguhnya dia tidak pernah seharipun berdoa: ”Ya Rabbku, ampunilah kesalahanku pada hari Kamat.” (HR Muslim 315)

 
Berdoa kepada Allah, saudaraku, merupakan perkara yang sangat penting dan sekaligus mulia. Orang yang rajin berdoa kepada Allah bukan berarti ia menjadi orang yang hina dan lemah. Benar, ia hina di hadapan yang Maha Mulia, Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Benar, ia lemah di hadapan Yang Maha Perkasa, Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Tetapi ia bukan orang yang hina dan lemah di hadapan manusia. Kenapa? Karena orang ini berarti sangat faham kedudukan dirinya yang sebenarnya di dunia ini. Ia sangat mengerti bahwa segala upaya manusia untuk tampil mulia dan kuat di hadapan manusia lainnya tidak akan pernah tercapai bila ia justru menghadapkan wajahnya kepada segenap kemuliaan dan kekuatan palsu dunia ini. Hanya dengan menghadapkan wajah kepada Allah sematalah seseorang bakal meraih kemuliaan sejati.

Tidak mungkin seseorang menjadi mulia dan kuat dengan bersibuk-sibuk mengejar harta dan kekayaan dengan asumsi bahwa bila ia sudah kaya dan banyak harta maka ia akan menjadi manusia mulia dan kuat. Tidak mungkin seseorang menjadi mulia dan kuat dengan pontang-panting mengejar jabatan dan kekuasaan dengan asumsi bahwa bila ia sudah menjadi pejabat dan berkuasa maka ia akan menjadi manusia mulia dan kuat. Tidak mungkin seseorang menjadi mulia dan kuat dengan jungkir-balik mengejar popularitas dan ketenaran  dengan asumsi bahwa bila dirinya telah menjadi populer atau menjadi seorang selebritis maka  ia akan menjadi manusia mulia dan kuat.

Saudaraku, sumber kemuliaan seseorang terletak pada kerajinan dan kesungguhannya berdoa dan bermunajat kepada ilahi Rabbi. Bahkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan kegiatan berdoa sebagai perkara yang paling mulia di sisi Allah.
Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:”Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah daripada do’a.” (HR Ibnu Majah 3819)

Saudaraku, perlu diketahui pula bahwa bagi Allah adalah sangat mudah untuk mengabulkan doa seseorang . Tetapi ada syaratnya. Hendaklah si Muslim berdoa dalam keadaan hati yang hadir, hati yang bersungguh-sungguh mengharapkan ijabah (pengabulan) dari Allah dan tentunya hati yang tidak lalai. Semoga Allah senantiasa mendengarkan dan mengabulkan segenap doa kita yang isinya mendatangkan keridhaanNya. Amin.


Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan di-ijabah dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan menerima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (HR Tirmidzi 3401)