MELIHAT “MANFAAT MEMBACA AL-QUR’AN DAN KESEHATAN”

Adapun definisi Alqur’an adalah: “Kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada nabi Muhammad saw. dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.

Manfaat Sholat Secara Medis

Selama ini sholat yang kita lakukan lima kali sehari, sebenarnya telah memberikan investasi kesehatan yang cukup besar bagi kehidupan kita. Mulai dari berwudlu ( bersuci ), gerakan sholat sampai dengan salam memiliki makna yang luar biasa hebatnya baik untuk kesehatan .

Manfaat Puasa Untuk Kesehatan

Kesehatan merupakan nikmat yang tidak dapat dinilai dengan harta benda. Untuk menjaga kesehatan, tubuh perlu perlu diberikan kesempatan untuk istirahat. Puasa, yang mensyaratkan pelakunya untuk tidak makan, minum, dan melakukan perbuatan-perbuatan lain yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani pelakunya.

Hikmah dan Manfaat Ibadah Haji

Dan ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah untuk Ibrahim dengan menyatakan “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apapun dan sucikan rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, beribadah, ruku dan sujud” [Al-Hajj : 26].

KENALI YANG KAU YAKINI..

Nabi Muhammad SAW adalah nabi agama islam yang ke 25 yang wajib kita ketahui. Beliau adalah nabi yang terakhir dengan ajaran yang menyempurnakan ajaran Allah SWT sebelumnya.

11 Mei 2012

Cinta Rasul


Oleh Ali Mustofa
Cerdas, bijaksana, berakhlak mulia. Dialah Muhammad SAW, rasul akhir jaman, pemberi peringatan, suri tauladan terbaik bagi umat manusia. Pembawa risalah penyempurna atas nabi-nabi yang terdahulu.
Dialah kekasih Allah, manusia yang terjaga dari kesalahan, sosok pribadi sempurna, figur terbaik yang pernah ada di dunia. Ia di kagumi, dicintai, sekaligus diikuti oleh umatnya yang beriman. Tidak heran apabila orang barat sendiri mengakui bahwa beliau merupakan tokoh yang paling berpengaruh di dunia. (Michael Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia).
Rasulullah SAW sangat mencintai umatnya, itu tercermin bahkan di saat-saat akhir hayatnya ia masih sempat mengucapkan umati…umati…(umatku…umatku…). Sesaat sebelumnya, beliau juga sempat bercakap-cakap dengan malaikat Jibril yang hendak mencabut nyawanya: “Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang sangat lemah.
Jibril pun menjawab: “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu.”
Namun hal itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, sorot matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” Tanya Rasul.
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” Jawab Malaikat Jibril.
Subhanallah, betapa cintanya Muhammad SAW kepada kita, sampai-sampai menjelang akhir hayatnya pun masih memikirkan umatnya. Meskipun begitu, memang tidak semua orang menyukainya. Ada juga orang-orang yang membencinya. Itulah kaum kafir yang tidak mau menerima kebenaran Islam. Yang mungkin telah dibutakan mata dan hatinya.
Ketika awal-awal dakwah beliau di mekah. Orang-orang kafir Quraysi juga sangat membenci Rasulullah SAW, bukan karena pola sikapnya, namun karena agamanya, karena ideologinya.
Mereka tidak rela agama nenek moyangnya diganti dengan Islam. Berbagai halangan, rintangan, tuduhan miring, bahkan sampai percobaan pembunuhan pernah dilakukan oleh mereka (kafir Quraysi) dalam merintangi dakwah Islam. Merekalah musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya.
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS. Al-Furqaan [25] : 31)
Dan kini, setelah beliau wafat pun, kedengkian orang-orang kafir itu tidak ada habisnya. Berbagai penghinaan, pelecehan, cercaan juga masih dilakukan oleh mereka. Sebagai contohnya ialah pembuatan karikatur Muhammad SAW, tuduhan terroris, tuduhan miring, dan lain sebagainya.
Namun hal itu tidaklah mampu melunturkan kemuliaan sosok Muhammad SAW. Ia tetaplah sang kekasih Allah, suri tauladan terbaik bagi manusia. Mungkin saja musuh-musuh Allah itu tidak tahu, bahwa kita sangat mencintainya, melebihi cinta pada diri ini. Apapun bisa kita perbuat demi Allah dan Rasul-Nya.
Mereka harus tahu, bahwa kita adalah generasi Islam, penerus perjuangan Muhammad dan para sahabat, yang menolak untuk hidup diatur dengan hukum sekulerisme-demokrasi. Karena itu, kita memilih menjadi pemberani.
Kita adalah generasi Islam, yang percaya setiap hukum dan perundang-undangan buatan manusia hanyalah akan memberikan kenistaan. Karena itu, kita akan berusaha untuk memutus rantai kejahiliyahan melalui dakwah ditempat kita berpijak. Sebagaimana Muhammad telah melakukannya duhulu bersama sahabat.
Kita adalah generasi Islam, yang sangat tidak percaya dengan prinsip demokrasi, nasionalisme, kesetaraan gender, pluralisme dan sekulerisme. Karena itu, kita menolak dengan tegas dan lugas tanpa basa-basi.
Kita adalah generasi Islam, yang ingin membangun sebuah negara yang bermartabat dan terhormat, mampu mempersatukan kaum Muslim sedunia , melindungi setiap warga negara, serta memuliakan manusia-manusia yang menjadi rakyatnya, dengan syariah dalam bingkai khilafah Islamiyah. Allahu Akbar!
Ali Mustofa Akbar

26 Mar 2012

Tafsir : Islam Menjawab Segala Problema


(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri
 (TQS al-Nahl [16]: 89).
Telah maklum, Rasulullah SAW adalah nabi dan rasul penutup. Tidak ada nabi rasul sesudahnya. Demikian pula dengan risalahnya. Tidak ada ada risalah selain risalahnya, yakni al-Islam.
Sebagai risalah pamungkas dan berlaku bagi seluruh manusia hingga akhir zaman, Islam didesain sebagai agama yang sempurna. Yakni mengatur seluruh aspek kehidupan dan mampu menjawab segala persoalan kehidupan yang dihadapi manusia. Ayat ini adalah di antara dalil yang menunjukkan kesempurnaan tersebut.
Dibangkitkan sebagai Saksi
Allah Swt berfirman: Wa yawma Nab’atsu fî kulli ummah syahîd[an] ‘alayhim min anfusihim([dan ingatlah] akan hari [ketika] Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri). Kata yawma (hari) pada ayat ini, sebagaimana dijelaskan al-Qurthubi dan para mufassir lainnya, menunjuk kepada hari kiamat. Kesimpulan tersebut didasarkan pada ayat sebelumnya yang berisi ancaman kepada orang-orang kafir yang menghalangi manusia dari jalan Allah. Mereka diancam dengan tambahan siksaan atas siksaan-Nya. Kemudian ayat ini memberitakan bahwa itu terjadi pada hari Allah Swt membangkitkan syuhadâ` pada setiap umat.
Kata syuhadâ` merupakan bentuk jamak dari kata syahîd (saksi). Menurut Ibnu ‘Abbas, al-Thabari, al-Nasafi, al-Qinuji, al-Baidhawi, al-Samaraqandi, dan para mufassir lainnya, yang dimaksud dengan syuhadâ` di sini adalah para nabi dan rasul. Para nabi tersebut menjadi saksi atas umatnya. Demikian dikatakan al-Qinuji dalam tafsirnya.
Mengapa mereka dijadikan sebagai syuhadâ` (saksi) atas umatnya? Menurut al-Qurthubi, karena para nabi itu telah menyampaikan risalah dan mengajak mereka kepada keimanan. Sehingga, sebagaimana dikatakan al-Thabari, para nabi itu menjadi saksi atas umatnya:Apakah mereka menerima dakwah tersebut atau menolaknya. Al-Khazin juga mengatakan bahwa para nabi tersebut diutus kepada umat mereka agar bersaksi atas perbuatan umatnya, baik kekufuran maupun keimanan, dan ketaatan maupun pembangkangan.
Frasa min anfusihim berarti minhun (dari kalangan mereka) atau min jinsihim (dari kaum mereka)Hal itu disebabkan karena para nabi umat tersebut memang diutus dari kalangan mereka. Demikian al-Zamakhsyari dalam tafsirnya. Kesimpulan tersebut juga sejalan dengan beberapa ayat, seperti QS al-A’raf [7]: 59), 65, 73, 80, dan 85, Yunus [10]: 74, dan lain-lain.
Menurut al-Syaukani dan al-Qinuji, diutusnya para nabi dari umat mereka itu untuk menyempurnakan hujjah mereka dan membatalkan alasan mereka. Dan itu merupakan saksi yang paling adil atas umat tersebut. Penyebutan frasa tersebut juga merupakan takrîr(pengulangan) sebelumnya yang berguna sebagai al-ta`kîd wa al-tahdîd (penegasan dan ancaman).
Kemudian juga dinyatakan: Wa ji`nâ bika syahîd[an] ‘alâ hâulâ` (dan Kami datangkan kamu [Muhammad] menjadi saksi atas seluruh umat manusia). Dhamîr al-mukhâthab menunjuk kepada Rasulullah SAW. Sehingga, seperti para nabi lainnya, beliau pun dibangkitkan sebagai saksi atas umat beliau. Hanya saja, terhadap beliau tidak digunakan kata nab’atsu, namun kata ji`nâ. Dijelaskan oleh al-Khathib -sebagaimana dikutip al-Qinuji–, kata al-majî` lebih diutamakan daripada al-ba’ts karena kesempurnaan pemeliharaan urusan Nabi SAW. Sedangkan bentuk al-mâdhiyy menunjukkan kepastian terjadinya peristiwa tersebut.
Kata hâ`ulâ` menunjukkan umat beliau. Berdasarkan nash-nash lainnya, umat beliau bukan hanya bangsa Arab, namun seluruh manusia yang hidup setelah beliau diutus hingga hari kiamat. Mengenai keberadaan Rasululah SAW sebagai saksi atas umatnya juga ditegaskan dalam TQS al-Baqarah [2]: 143. Bahkan menurut ayat, umat beliau juga menjadi saksi atas seluruh manusia.
Guna Alquran
Setelah diberitakan mengenai kepastian Rasulullah SAW sebagai saksi atas umatnya, kemudian diterangkan mengenai Kitab yang diturunkan kepada beliau. Allah Swt berfirman:Wa nazzalnâ ‘alayka al-Kitâb tibyân[an] li kulli syay` (dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab [Alquran] untuk menjelaskan segala sesuatu). Kata al-Jitâb dalam ayat ini menunjuk kepada Alquran.
Ditegaskan bahwa Alquran diturunkan sebagai tibyân]an] li kulli syay` (untuk menjelaskan segala sesutau)Kata tibyân[an] di sini berarti bayân[an] (penjelasan)Penambahan huruf al-tâ` berfungsi sebagai li al-mubâlaghah (untuk melebihkan). Demikian al-Syaukani dalam tafsirnya.
Mengenai pengertian frasa ini, ada beberapa penjelasan yang dikemukakan oleh para mufassir. Al-Baghawi menyatakan bahwa Alquran menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, yakni perintah dan larangan, halal dan haram, hudud dan hukum-hukum. Ibnu Mas’ud menyatakan, “Sungguh Allah SWT telah menjelaskan kepada kita dalam Alquran semua ilmu dan segala sesuatu. Sedangkan Mujahid berkata, “Semua yang halal dan semua yang haram.”
Menurut Ibnu Katsir, penafsiran Ibnu Mas’ud lebih umum dan mencakup. Sebab Alquran meliputi semua ilmu yang bermanfaat, yakni berita tentang perkara yang telah terjadi dan yang akan terjadi, semua yang halal dan yang haram, semua yang dibutuhkan manusia, urusan dunia, agama, kehidupan, dan  tempat kembali mereka (akhirat).
Diterangkan juga oleh al-Syaukani, penjelasan Alquran yang menyeluruh tentang hukum dilengkapi oleh al-Sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang tersisa. Di dalamnya juga terdapat perintah untuk mengikuti dan menaati Rasulullah SAW dalam hukum-hukum yang dibawa beliau sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat Alquran. Rasulullah saw juga bersabda: Sesungguhnya aku diberi Alquran dan bersamanya yang semisalnya (al-Sunnah)(HR Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Dengan demikian, meskipun banyak hukum diterangkan oleh Sunnah, akan tetapi tetap dapat dikembalikan kepada Alquran. Sebab, Alquranlah yang menetapkan al-Sunnah sebagai dalil hukum. Demikian pula dengan Ijma’ Sahabat dan Qiyas. Karena keduanya juga ditunjukkan Alquran untuk dijadikan sebagai dalil hukum, maka juga semua hukum yang dihasilkan dari keduanya masih dalan cakupan penjelasan Alquran yang menyeluruh tersebut.
Namun patut diingat, sebagaimana dijelaskan al-Samarqandi, kendati menjelaskan segala sesuatu, sebagian isinya ada yang terperinci dan sebagian lainnya bersifat global sehingga membutuhkan al-istikhrâj (dikeluarkan) dan al-istinbâthn (penggalian).
Nash-nash syara’ memang datang berupa khutûth ‘arîdhah (garis-garis besar). Yang dari bisa digali berbagai hukum, baik yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Sehingga tidak ada satu pun perkara yang tidak dijelaskan hukum oleh Islam.
Di samping itu, Alquran juga: Wahudâ[n] warahmat[an] Wabusyrâ li al-Muslimîn (dan petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri). Sebagai hud[an], yaknisebagai petunjuk kepada kebenaran. Dan  sebagai rahmah, di dalamnya terdapat berbagai kemaslahatan manusia, seperti keadilan, kebaikan dan lain-lain. Juga sebagai busyrâ li al-muslimîn (kabar gembira bagi kaum Muslimin). Di dalamnya terdapat berita tentang surga dan berbagai kenikmatan bagi kaum Muslim. Menurut al-Baidhawi, hudâ[n] dan rahmah berlaku umum untuk seluruh manusia.  Sedangkan busyrâ bersifat khusus. Hanya berlaku bagi kaum Muslimin.
Bertolak dari ayat ini, manusia tidak lagi memerlukan petunjuk lain selain Alquran. Sebab, semua agama, ideologi, dan pemikiran selain Islam hakikatnya tidak memberikan petunjuk kepada manusia mendapatkan kebenaran. Tidak pula mengantarkan kepada kebahagiaan. Sebaliknya semua itu justru menyesatkan dan menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan dan penderitaan tak bertepi. Mengapa masih ada yang menolak Islam? Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.
Ikhtisar:
1.      Semua rasul-termasuk Rasulullah SAW-akan dibangkitkan di hari kiamat sebagai saksi atas umatnya
2.      Alquran diturunkan untuk menjelaskan segala sesuatu, petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi kaum Muslim.
 Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Ini adalah awal dari posting saya.
dan ini adalah akhirnya.

Sadar Bahwa Kita Diperingati

Oleh Saryelsyifa

"Innalillahi wa innalillahi raji'un..." Itulah yang terucap saat mendengar kabar duka bahwa Bapak Triyono, teman ayahku yang bisa dibilang cukup berjasa bagiku meninggal dunia. Beliau transplantasi ginjal dan karena satu dan lain hal dinyatakan gagal dan mengalami pendarahan berat. Menurut dokter yang ikut mengoperasinya yang waktu itu mengajar di kelasku, beliau meninggal akibat pendarahan hebat tersebut. Sungguh menyedihkan. Namun duka hanya boleh sampai 3 hari. Jangan berlarut-larut. Dan yang terpenting adalah bahwa kita yang masih hidup sadar bahwa kita sedang diperingati.

Pernah ada riwayat yang mengisahkan bahwa pada suatu waktu, malaikat maut mendatangi seorang nabi. Nabi tersebut meminta pada malaikat maut agar saat ajalnya akan tiba, ia diperingati terlebih dahulu sebelum malaikat maut mencabut nyawanya. Malaikatmautpun menyanggupi permintaan beliau. Waktu berlalu, dan malaikat maut kembali lagi untuk mencabut nyawa nabi.

"Bukankah engkau akan memperingati aku terlebih dahulu sebelum engkau mencabut nyawaku?" Tanya nabi terkejut dengan kedatangan malaikat maut yang tak diduga.

"Bukankah sudah aku peringati berkali-kali dengan kematian orang-orang disekitarmu? Tetangga-tetanggamu yang meninggal, sanak saudaramu yang meninggal, itu semua adalah peringatan bagimu, tapi engaku tidak menyadarinya.."

Teringatlah dengan sebuah buku yang disusun oleh teman-teman FULDFK (Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran) yang berjudul "Berkawan dengan malaikat maut". Dari judulnya saja kita bisa menarik kesimpulan bahwa profesi dokter sangat akrab dengan kematian. Artinya apa?Artinya seorang dokter sudah tak terhitung berapa kali ia diperingati tentang kematian. Dengan berbagai kematian orang lain yang kerap kali menghiasi harinya, sepatutnya seorang dokter sadar bahwa gilirannya pun akan tiba. Dan dengan peringatan yang kerap itu, sepatutnya seorang dokter menggambarkan sosok yang siap mati. Sosok yang begitu rindu akan berjumpa dengan Rabb-Nya. Sosok yang saat malaikat maut datang bukan berkata "Loh? Mengapa kamu datang sekarang?" bukan, bukan sosok yang seperti itu, tapi sosok yang saat malaikat maut datang ia berkata "Ah.. Akhirnya kamu datang juga.."

Terlepas dari profesi dokter, siapa pun kita sepatutnya menjadi sosok yang siap mati. Saat mendengar kabar duka hendaknya kita sadar bahwa giliran kita pun akan tiba. Entah sekarang, detik ini juga setelah membaca tulisan ini, atau nanti saat sudah beranjak dari depan laptop/komputer, atau bahkan tahun depan, atau sepuluh tahun lagi. Wallahu'alam. Itu adalah rahasia Allah Swt. Dan jangan sampai kematian itu datang saat ia mendapati kita tengah melakukan hal yang tidak berfaedah. Jadikan setiap detiknya ibadah sehingga saat kematian datang, kita meninggal dalam keadaan beribadah. Khusnul Khatimah.

Pelan dan lembut ruhnya tercabut, Meninggalkan jasad yang tengah bersujud.

Wallahu'alammubishawab.
Ini adalah awal dari posting saya.
dan ini adalah akhirnya.

14 Jul 2011

Di Kelompok Manakah Kita, Kawan?

  Oleh Rifki

Banyak orang yang melihat tapi sedikit orang yang mendengar

Cobalah lakukan hal ini!
Katakan kepada lawan bicara anda, lebih banyak lebih bagus. Sembunyikan tangan kanan anda di belakang pinggang. Kemudian dengan gerakan cepat, anda tunjukkan telapak tangan anda dengan posisi angka dua (jari tengah dan telunjuk terbuka, ketiga lainnya tertutup) ke hadapan mereka dengan , lalu di saat bersamaan katakan "Ada berapa jari tangan kanan saya?"

Yang saya temukan, banyak yang menjawab dengan cepat, "Dua!"
Jika demikian halnya, maka apa yang dilihat mata telah menipu pikiran kita. Karena pada dasarnya, jawaban pertanyaan tersebut adalah lima, bukan dua.

Banyak orang yang mendengar tapi sedikit yang mendengarkan

Telinga kita mungkin mendengar, tapi hanya sekedar mendengar, bukan mendengarkan. Akibatnya, bisa jadi masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Tak ada yang berbekas.

Banyak orang yang mendengarkan tapi sedikit yang mengerti

Telinga mendengarkan tapi otak tak digunakan. Hasilnya, informasi yang diterima tak membuahkan hasil apa-apa.

Banyak orang yang mengerti tapi sedikit yang memahami

Ketika otak sudah digunakan untuk berfikir, namun hanya sedikit yang bisa mengakar ke hati. Hasilnya mungkin berupa kebijakan yang tidak bijaksana.

Banyak orang yang memahami tapi sedikit yang mengamalkan

Pemilik ilmu seharusnya bisa menjadi sebuah pohon yang memberikan buah manfaat kepada orang banyak dengan cara mengamalkannya. Tapi adakalnya ilmu itu hanya tersimpan, sehingga pohon tersebut tak mampu berbuah.

Banyak orang yang mengamalkan tapi sedikit yang ikhlas

Adakalanya sebuah amalan diiringi dengan harapan untuk dipuji, dihormati, atau dikenal. Padahal dengan sebuah keikhlasan, nikmat beramal akan jauh lebih terasa.

Banyak orang yang ikhlas tapi sedikit yang tetap ikhlas ketika ujian menimpa

Ikhlas tak cukup saat niat dan ketika beramal saja. Ikhlas harus ada dalam setiap episode sebelum, ketika, dan setelah amal dilakukan. Sehingga tak jarang, seseorang ikhlas ketika beramal, namun mengeluh ketika sebuah ujian menimpanya.

Wallahu a'lam.